Sejarah
Banten awalnya merupakan salah satu dari pelabuhan
kerajaan Sunda. Pelabuhan ini direbut 1525 oleh gabungan dari tentara Demak dan
Cirebon. Setelah ditaklukan daerah ini diislamkan oleh Sunan Gunung Jati.
Pelabuhan Sunda lainnya yang juga dikuasai Demak adalah Sunda Kelapa, dikuasai
Demak 1527, dan diganti namanya menjadi Jayakarta.
Kerajaan Banten yang letaknya di ujung barat Pulau
Jawa dan di tepi Selat Sunda merupakan daerah yang strategis karena merupakan
jalur lalu-lintas pelayaran dan perdagangan khususnya setelah Malaka jatuh
tahun 1511, menjadikan Banten sebagai pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh para
pedagang dari berbagai bangsa. Pelabuhan Banten juga cukup aman, sebab
terletak di sebuah teluk yang terlindungi oleh Pulau Panjang, dan di samping
itu Banten juga merupakan daerah penghasil bahan ekspor seperti lada.
Selain perdagangan kerajaan Banten juga meningkatkan
kegiatan pertanian, dengan memperluas areal sawah dan ladang serta membangun
bendungan dan irigasi. Kemudian membangun terusan untuk memperlancar arus
pengiriman barang dari pedalaman ke pelabuhan. Dengan demikian kehidupan
ekonomi kerajaan Banten terus berkembang baik yang berada di pesisir maupun di
pedalaman.
Kehidupan masyarakat Banten yang berkecimpung dalam
dunia pelayaran, perdagangan dan pertanian mengakibatkan masyarakat Banten
berjiwa bebas, bersifat terbuka karena bergaul dengan pedagang-pedagang lain
dari berbagai bangsa. Para pedagang lain tersebut banyak yang menetap dan
mendirikan perkampungan di Banten, seperti perkampungan Keling, perkampungan
Pekoyan (Arab), perkampungan Pecinan (Cina) dan sebagainya. Di samping
perkampungan seperti tersebut di atas, ada perkampungan yang dibentuk
berdasarkan pekerjaan seperti Kampung Pande (para pandai besi), Kampung
Panjunan (pembuat pecah belah) dan kampung Kauman (para ulama).
Berkembangnya kerajaan Banten tidak terlepas dari
peranan raja-raja yang memerintah di kerajaan tersebut. Berikut ini
silsilah Raja-raja Banten sampai dengan Sultan Agung Tirtayasa.
Dalam perkembangan politiknya, selain Banten berusaha
melepaskan diri dari kekuasaan Demak, Banten juga berusaha memperluas daerah
kekuasaannya antara lain Pajajaran. Dengan dikuasainya Pajajaran, maka seluruh
daerah Jawa Barat berada di bawah kekuasaan Banten. Hal ini terjadi pada masa
pemerintahan raja Panembahan Yusuf.
Pada masa pemerintahan Maulana Muhammad, perluasan
wilayah Banten diteruskan ke Sumatera yaitu berusaha menguasai daerah-daerah
yang banyak menghasilkan lada seperti Lampung, Bengkulu dan Palembang. Lampung
dan Bengkulu dapat dikuasai Banten tetapi Palembang mengalami kegagalan, bahkan
Maulana Muhammad meninggal ketika melakukan serangan ke Palembang.
Dengan dikuasainya pelabuhan-pelabuhan penting di Jawa
Barat dan beberapa daerah di Sumatera, maka kerajaan Banten semakin ramai untuk
perdagangan, bahkan berkembang sebagai kerajaan maritim. Hal ini terjadi pada
masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Pemerintahan Sultan Ageng, Banten
mencapai puncak keemasannya Banten menjadi pusat perdagangan yang didatangi
oleh berbagai bangsa seperti Arab, Cina, India, Portugis dan bahkan Belanda.
Belanda pada awalnya datang ke Indonesia, mendarat di
Banten tahun 1596 tetapi karena kesombongannya, maka para pedagang-pedagang
Belanda tersebut dapat diusir dari Banten dan menetap di Jayakarta. Di
Jayakarta, Belanda mendirikan kongsi dagang tahun 1602.
Selain mendirikan benteng di Jayakarta VOC akhirnya
menetap dan mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia tahun 1619, sehingga
kedudukan VOC di Batavia semakin kuat. Adanya kekuasaan Belanda di Batavia,
menjadi saingan bagi Banten dalam perdagangan. Persaingan tersebut kemudian
berubah menjadi pertentangan politik, sehingga Sultan Ageng Tirtayasa sangat
anti kepada VOC.
Untuk menghadapi tindakan Sultan Ageng Tirtayasa
tersebut, maka Belanda melakukan politik adu-domba (Devide et Impera)
antara Sultan Ageng dengan putranya yaitu Sultan Haji. Akibat dari politik
adu-domba tersebut, maka terjadi perang saudara di Banten, sehingga Belanda
dapat ikut campur dalam perang saudara tersebut. Belanda memihak Sultan Haji,
yang akhirnya perang saudara tersebut dimenangkan oleh Sultan Haji. Dengan
kemenangan Sultan Haji, maka Sultan Ageng Tirtayasa ditawan dan dipenjarakan di
Batavia sampai meninggalnya tahun 1692. Sultan Haji harus menandatangani
perjanjian dengan VOC tahun 1684. Perjanjian tersebut sangat memberatkan dan
merugikan kerajaan Banten, sehingga Banten kehilangan atas kendali perdagangan
bebasnya, karena Belanda sudah memonopoli perdagangan di Banten. Akibat
terberatnya adalah kehancuran dari kerajaan Banten itu sendiri karena VOC
mengatur dan mengendalikan kekuasaan raja Banten.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar